Medan, Ketegangan memuncak di Tanjung Mulia, Medan Deli, saat warga menyerbu dan memukuli tiga kepala lingkungan (Kepling) – Kepling 16, 17, dan 20 – menyusul upaya eksekusi lahan seluas 17 hektare oleh juru sita Pengadilan Negeri (PN) Medan bersama petugas keamanan TNI, Polri, dan Satpol PP.
Meskipun pasukan keamanan berhasil membubarkan kerumunan awal, kemarahan warga tak surut.
Warga yang tak terima dengan eksekusi tersebut langsung memburu para Kepling. Kepling 20 ditemukan bersembunyi di Warkop Agam Metal di depan Kompleks Pergudangan Krakatau Multi Centre (KMC) dan menjadi sasaran amuk massa di Jalan Gunung Krakatau.
Ia dipukuli dan diteriaki sebagai “mafia” dan “pengkhianat” sebelum diselamatkan oleh beberapa warga dan dibawa ke Gang Sawo, Jalan Alumunium I, untuk mendapatkan perawatan medis.
Kepling 16 juga dilaporkan berhasil ditangkap warga, sementara Kepling 17 hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.
Insiden ini terjadi setelah warga memblokade Jalan Gunung Krakatau dan Jalan Alumunium I sebagai bentuk penolakan terhadap eksekusi.
Ironisnya, Lurah Tanjung Mulia, Jufri Mark Binardo Simanjuntak, sebelumnya telah menjelaskan bahwa eksekusi lahan tersebut hanya menyasar gudang-gudang, dan tidak akan mengenai rumah warga.
Pernyataan ini tampaknya tak mampu meredam amarah warga yang merasa terancam dan menganggap para Kepling berkhianat.
Kejadian ini menyoroti pentingnya komunikasi yang efektif antara pihak berwenang, warga, dan para Kepling dalam menangani konflik agraria. Insiden ini juga mempertanyakan peran para Kepling dalam situasi tersebut dan menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi proses eksekusi lahan.
Liputan Kontributor Nasional Tribun Medan
Leave a Reply