Medan, Sepuluh tahun telah berlalu sejak kasus suap 100 DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 terungkap, namun hingga kini belum ada penyelesaian yang memuaskan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tokoh masyarakat Sumatera Utara, Syahrial Harahap, turut menyoroti lambannya penanganan kasus ini, menimbulkan pertanyaan besar tentang kinerja dan independensi KPK.
KPK, lembaga yang dibentuk di era reformasi dengan harapan besar untuk memberantas korupsi di Indonesia, seharusnya menjadi benteng terakhir melawan praktik korupsi.
Namun, mandeknya pemeriksaan kasus suap 100 DPRD Sumut ini menimbulkan spekulasi dan kecurigaan di tengah masyarakat.
Apakah ada “titipan” tertentu yang membuat kasus ini tak tersentuh hukum? Pertanyaan ini terus menghantui publik, khususnya masyarakat Sumatera Utara yang berharap pada keadilan dan transparansi.
Proses hukum yang dinilai tidak profesional semakin memperkuat kekecewaan publik.
Ketidakjelasan mengenai mengapa hanya penerima suap yang diproses, sementara pemberi suap hingga kini lolos dari jerat hukum, menimbulkan pertanyaan tentang keseriusan KPK dalam mengungkap seluruh jaringan korupsi.
Hal ini menimbulkan citra negatif bagi KPK, melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut.
Kepercayaan masyarakat terhadap KPK sebagai harapan terakhir dalam pemberantasan korupsi di Indonesia semakin terkikis.
Lambannya penanganan kasus suap 100 DPRD Sumut menjadi bukti nyata kelemahan KPK dalam menegakkan hukum.
Ketidakmampuan KPK untuk menyelesaikan kasus ini dengan tuntas menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja dan sistem kerja lembaga tersebut.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan KPK menjalankan tugasnya dengan efektif dan berintegritas.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi KPK untuk meningkatkan profesionalisme dan menunjukkan komitmen yang nyata dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Sumber: Tokoh Masyarakat Sumut Syahrial Harahap
Ditulis oleh Rahmat Hidayat
Leave a Reply