Nasional Tribun online news.Dalam persidangan Rahmadi, dua saksi mata penangkapan, yaitu Victor Topan Ginting dan saksi lainnya, memberikan keterangan yang berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Mereka membantah adanya transaksi narkotika dan penggeledahan yang sesuai dengan prosedur. Kuasa hukum Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan dan Thomas Tarigan, menilai kesaksian tersebut menunjukkan adanya rekayasa kasus terhadap klien mereka ¹
TANJUNGBALAI-Sidang lanjutan perkara narkotika dengan terdakwa Rahmadi di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungbalai kembali memunculkan sejumlah kejanggalan. Dua saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU), Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek, menyatakan bantahan terhadap berita acara pemeriksaan (BAP) yang dijadikan dasar penjeratan Rahmadi.
“Kami dipaksa menandatanganinya,” ujar Andre dan Lombek hampir bersamaan di hadapan majelis hakim yang dipimpin Karolina Selfia Sitepu, Rabu (3/9/2025).
Andre dalam keterangannya mengaku diperintah seseorang bernama Ismail untuk menjemput 70 gram sabu dengan janji mendapat upah.
Namun, ia lebih dulu ditangkap polisi yang berboncengan dengan Ismail. Ia juga menuding sabu seberat 10 gram yang ditemukan di mobil Rahmadi merupakan miliknya.
“Itu dipakai untuk menjerat Rahmadi,” kata Andre.
Lombek menguatkan pernyataan tersebut. Ia menegaskan tidak mengenal Rahmadi serta membantah keterangan jaksa mengenai hubungannya dengan Amri alias Nunung.
Keduanya juga menyebut pernah mengalami perlakuan kasar saat pemeriksaan.
Bahkan, ia, Andre dan Rahmadi sebelum sampai di Polda Sumut, mereka dibawa ke sebuah rumah dalam keadaan mata dilakban.
Di luar persidangan, kuasa hukum Rahmadi, Thomas Tarigan, mengungkap dugaan pelanggaran lain, yakni hilangnya uang Rp11,2 juta dari rekening m-banking kliennya setelah telepon genggamnya disita.
“Selain itu, dokumen penyitaan ponsel dan laporan digital forensik juga tidak pernah ditunjukkan,” ujar Thomas.
Pada persidangan sebelumnya, dugaan rekayasa perkara menguat setelah dua anggota Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Sumatera Utara memberikan keterangan yang berbeda mengenai lokasi penemuan barang bukti.
Bripka Toga M Parhusip menyebut sabu ditemukan di bawah jok depan mobil Rahmadi, sementara rekannya, Gunarto Sinaga, menyatakan barang tersebut berada di bawah kursi pengemudi.
Perbedaan keterangan itu langsung mendapat perhatian dari majelis hakim.
“Apakah benar barang bukti itu kalian temukan, bukan kalian yang menaruhnya?” kata salah seorang hakim anggota.
Sidang kemudian ditutup dan akan dilanjutkan pada Selasa (9/9/2025) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang meringankan terdakwa.
Thomas, bersama dua rekannya, Suhandri Umar Tarigan dan Ronald Siahaan, menegaskan kesaksian tersebut krusial untuk menguji kejanggalan dalam proses penangkapan yang dilakukan Kompol Dedi Kurniawan dan timnya.
Rekaman CCTV toko yang sempat beredar di media sosial memperlihatkan Rahmadi ditarik paksa oleh sejumlah pria berpakaian preman.
Ia tampak tidak melawan, tetapi diduga mengalami kekerasan fisik. Menurut Thomas, salah satu saksi akan menerangkan bahwa mobil Rahmadi baru bergerak sekitar satu jam setelah penangkapan berlangsung.
“Padahal, dalam kesaksian aparat disebutkan bahwa barang bukti sabu ditemukan di dalam mobil. Fakta ini akan kami uji di persidangan berikutnya,” katanya.
Kompol Dedi Kurniawan melalui kuasa hukumnya, Hans Silalahi, membantah tuduhan pelanggaran prosedur.
Ia menegaskan penangkapan telah dilakukan sesuai standar operasional prosedur. Namun, pernyataan berbeda muncul dari Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Komisaris Besar Ferry Walintukan.
Kepada wartawan, Ferry menyebut tindakan Kompol Dedi ‘berlebihan’, meski tidak menyebut adanya pelanggaran hukum.
“Penangkapan itu sah secara hukum, namun ada ekses di lapangan yang tidak bisa kami pungkiri,” katanya.
Tim kuasa hukum Rahmadi berharap kehadiran dua saksi kunci dalam sidang berikutnya dapat membuka tabir kasus yang mereka nilai sarat dengan kejanggalan hukum serta etika penegakan hukum.(Anton)
(Nasional Tribun)